Selasa, 22 Desember 2020

Standar Penilaian Dengan PAP dan PAN

A. Standar Penilaian dengan PAP

     Penilaian acuan norma (PAN) merupakan pendekatan klasik, karena tampilan pencapaian hasil belajar siswa pada suatu tes dibandingkan dengan penampilan siswa lain yang mengikuti tes yang sama. Pengukuran ini digunakan sebagai metode pengukuran yang menggunakan prinsip belajar kompetitif. Menurut prinsip pengukuran norma, tes baku pencapaian diadministrasi dan penampilan baku normative dikalkulasi untuk kelompok-kelompok pengambil tes yang bervariasi. Skor yang dihasilkan siswa dalam tes yang sama dibandingkan dengan hasil populasi atau hasil keseluruhan yang telah dibakukan. Guru kelas kemudian mengikuti asas yang sama, mengukur pencapaian hasil belajar siswa, dengan tepat membandingkan terhadap siswa lain dalam tes yang sama. Seperti evaluasi empiris, guru melakukan pengukuran, mengadministrasi tes, menghitung skor, merangking skor, dari tes yang tertinggi sampai yang terendah, menentukan skor rerata menentukan simpang baku dan variannya .

Berikut ini beberapa ciri dari Penilaian Acuan Normatif :

1. Penilaian Acuan Normatif digunakan untuk menentukan status setiap peserta didik terhadap kemampuan peserta didik lainnya. Artinya, Penilaian Acuan Normatif digunakan apabila kita ingin mengetahui kemampuan peserta didik di dalam komunitasnya seperti di kelas, sekolah, dan lain sebagainya.

2. Penilaian Acuan Normatif menggunakan kriteria yang bersifat “relative”. Artinya, selalu berubah-ubah disesuaikan dengan kondisi dan atau kebutuhan pada waktu tersebut.

3. Nilai hasil dari Penilaian Acuan Normatif tidak mencerminkan tingkat kemampuan dan penguasaan siswa tentang materi pengajaran yang diteskan, tetapi hanya menunjuk kedudukan peserta didik (peringkatnya) dalam komunitasnya (kelompoknya).

4. Penilaian Acuan Normatif memiliki kecendrungan untuk menggunakan rentangan tingkat penguasaan seseorang terhadap kelompoknya, mulai dari yang sangat istimewa sampai dengan yang mengalami kesulitan yang serius.

5. Penilaian Acuan Normatif memberikan skor yang menggambarkan penguasaan kelompok.

B. Standar Penilaian Dengan PAP

     Penilaian acuan patokan (PAP) biasanya disebut juga criterion evaluation merupakan pengukuran yang menggunakan acuan yang berbeda. Dalam pengukuran ini siswa dikomperasikan dengan kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dalam tujuan instruksional, bukan dengan penampilan siswa yang lain. Keberhasilan dalam prosedur acuan patokan tegantung pada penguasaaan materi atas kriteria yang telah dijabarkan dalam item-item pertanyaan guna mendukung tujuan instruksional .

     Dengan PAP setiap individu dapat diketahui apa yang telah dan belum dikuasainya. Bimbingan individual untuk meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran dapat dirancang, demikian pula untuk memantapkan apa yang telah dikuasainya dapat dikembangkan. Guru dan setiap peserta didik (siswa) mendapat manfaat dari adanya PAP.

     Melalui PAP berkembang upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dengan melaksanakan tes awal (pre test) dan tes akhir (post test). Perbedaan hasil tes akhir dengan test awal merupakan petunjuk tentang kualitas proses pembelajaran.

     Pembelajaran yang menuntut pencapaian kompetensi tertentu sebagaimana diharapkan dan termuat pada kurikulum saat ini, PAP merupakan cara pandang yang harus diterapkan.

     PAP juga dapat digunakan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya kurang terkontrolnya penguasaan materi, terdapat siswa yang diuntungkan atau dirugikan, dan tidak dipenuhinya nilai-nilai kelompok berdistribusi normal. PAP ini menggunakan prinsip belajar tuntas (mastery learning).

Sumber : 

Sukardi. E, dan Maramis. W. F. Penilaian Keberhasilan Belajar,Jakarta: Erlangga:University Press,1986.

Bistok Sirait. Menyusun Tes Hasil Belajar. Semarang Press, 1985.



Ciri-Ciri Test dan Penyusunannya

A. Ciri-Ciri Test Yang Baik

     Suharsimi Arikunto (1997: 51-61) menyebutkan bahwa suatu tes dikatakan sebagai alat pengukur yang baik harus memiliki validitas, reliabilitas, objektivitas, praktikabilitas, dan ekonomis.

1. Validitas

Sebuah tes dikatakan memiliki validitas apabila tes itu dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur. Artinya tes yang hendak diberikan kepada peserta didik harus dapat menjadi alat ukur terhadap tujuan yang sudah ditentukan.

2. Reliabilitas

Realibilitas berasal dari kata reliability, reliable yang artinya dapat dipercaya, berketepatan. Sebuah tes dikatakan memiliki reliabilitas apabila hasil-hasil tes tersebut menunjukkan ketetapan. Artinya, jika peserta didik diberikan tes yang sama pada waktu yang berlainan, maka setiap siswa akan tetap berada pada urutan yang sama dalam kelompoknya.

3. Objektivitas

Objektivitas dalam pengertian sehari-hari berarti tidak mengandung unsur pribadi. Kebalikanya adalah subyektivitas, yang berarti terdapat unsur pribadi. Jadi, sebah tes dikatakan objektif apabila tes itu dilaksanakan dengan tidak ada faktor pribadi yang mempengaruhi, terutama pada sistem scoring.

4. Praktikabilitas

Sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila tes tersebut bersifat praktis. Artinya, tes itu mudah dilaksanakan, mudah pemeriksaanya, dan di lengkapi petunjuk yang jelas sehingga dapat diberikan atau diawali oleh orang lain dan juga mudah dalam membuat administrasinya.

5.    Ekonomis

Tes memiliki sebutan ekonomis apabila pelaksanaan tes itu tidak membutuhkan ongkos atau biaya yang mahal, tenaga yang banyak, dan waktu yang lama.

B. Penyusunan Test

    Dalam menyusun tes perlu memperhatikan tipe hasil belajar atau tingkat kemampuan berpikir mana saja yang akan diukur atau dinilai. Untuk menentukan hal tersebut, penyusun tes dapat berpedoman kepada tujuan intruksional yang akan dinilai atau kepada tujuan evaluasi itu sendiri. Selain itu, dalam mengembangkan atau menyusun sebuah tes hasil belajar, supaya tes tersebut memiliki karakteristik tes yang baik, berikut langkah-langkah yang harus ditempuh: 

1. Menetapkan tujuan penilaian atau tujuan tes. Setiap orang yang akan melakukan kegiatan penilaian harus sadar tujuan akan penilaian tersebut.

2. Menguraikan materi tes dan kompetensi. Dalam menguraikan isi tes harus menjaga agar tes yang ditulis itu tidak keluar lingkup materi yang telah ditentukan oleh batasan kawasan ukur tetapi juga menjaga agar tidak ada bagian isi yang penting yang terlewatkan dan tidak tertuang dalam tes. Materi tes haruslah komprehensif dan berisi butir-butir yang relevan. Dalam hal ini yang perlu dilakukan antara lain:

a. Penguraian materi berdasarkan bagian-bagiannnya, yakni penguraian disandarkan pada topic-topik dalam kurikulum atau bab-bab buku acuan pengajaran atau berdsarkan bahasan selama proses pembelajaran.

b. Pemberian bobot tes sesuai dengan kepentingannya. Semakin tinggi bobot bagian suatu materi semakin banyak ia harus dituangkan dalam bentuk itemdan semakin rendah nsuatu bobot maka semakin sedikit ia harus dituangkan dalam bentuk item.

3. Mengembangkan kisi-kisi. Kisi-kisi adalah matrik atau format yang memuat informasi yang dapat dijadikan pedoman oleh penulis soal untuk menulis soal menjadi tes. Dalam kisi-kisi terdapat 2 komponen utama, yaitu: 

a. Identitas, yakni mencakup aspek jenis sekolah atau jenjang sekolah, mata pelajaran, kurikulum yang diacu, tingkat kelas, alokasi waktu, dan jumlah soal.

b. Matriks, yakni mencakup komponen yang ingin di ungkap, indikator hasil belajar, tema/konsep/pokok bahasan/sub pokok bahasan, pokok materi soal, bentuk soal, dan nomor soal.

Adapun langkah-langkah penyusunan kisi-kisi untuk menentukan proporsi materi dan kompetensi adalah sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi pokok-pokok materi yang akan diujikan dengan memebrikan imbangan bobot untuk masing-masing bahasan.

b. Mengidentifikasi tingkatan ranah kognitif yang termuat dalam rumusan indikator dam memberikan imbangan bobot untuk masing-masing tingkatan ranah.

c. Memasukkan ranah dan pokok-pokok materi yang telah teridentifikasi ke dalam table spesifikasi.

d. Memperinci banyaknya butir soal dalam setiap pokok materi dan ranah yang akan di capai.

4. Pemilihan bentuk tes. Pimilihan ini didasarkan pada beberapa faktor seperti: tujuan tes, jumlah peserta tes, waktu yang tersedia untuk memeriksa lembar jawaban tes, cakupan materi tes, dan karakteristik mata pelajaran yang diujikan.

5. Panjang tes. Yang dimaksudkan dalam hal ini adalah jumlah soal yang akan diujikan dalam suatu ujian. Ada 3 hal utama yang perlu diperhatikan dalam menentukan jumlah soal yang diujikan, yaitu: bobot masing-masing bagian yang telah ditentukan dalam kisi-kisi, keandalan yang diinginkan dan waktu yang tersedia. Analisis rasional adalah menganalisis kembali soal yang telah dirumuskan, ditimbang, baik oleh sendiri maupun orang lain dengan berpedoman pada kisi-kisi dan aturan penulisan soal.

Sumber :

Wiji Suwarno. 2009. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jokjakarta: Ar-Ruzz Media.

Sukiman, Pengembangan Sistem Evaluasi, (Yogyakarta: Insan Madani, 2012), hal. 77-87.

Sitiatava Rizema Putra, Desain Evaluasi Belajar Berbasis Kinerja, (Yogyakarta: Diva Perss, 2013), hal. 126.

Senin, 21 Desember 2020

Tujuan Pendidikan dan Hasil Belajar Domain dan Taksonomi

 1. Domain Hasil Belajar

Ruang lingkup evaluasi pembelajaran mencakup semua aspek pembelajaran, baik dalam domain kognitif, afektif maupun psikomotor. Peserta didik yang memiliki kemampuan kognitif yang baik belum tentu dapat menerapkannya dengan baik dalam memecahkan permasalahan kehidupan. Untuk memahami lebih jauh tentang klasifikasi domain hasil belajar, Anda dapat mengikuti pendapat yang dikemukakan Benyamin S.Bloom, dkk., yang mengelompokkan hasil belajar menjadi tiga bagian, yaitu domain kognitif, doman afektif, dan domain psikomotor. Domain kognitif merupakan domain yang menekankan pada pengembangan kemampuan dan keterampilan intelektual. Domain afektif adalah domain yang berkaitan dengan pengembangan perasaan, sikap, nilai dan emosi, sedangkan domain psikomotor berkaitan dengan kegiatan keterampilan motorik.

Menurut Benyamin S.Bloom, dkk (1956) hasil belajar dapat dikelompokkan ke dalam tiga domain, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Setiap domain disusun menjadi beberapa jenjang kemampuan, mulai dari hal yang sederhana sampai dengan hal yang kompleks, mulai dari hal yang mudah sampai dengan hal yang sukar, dan mulai dari hal yang konkrit sampai dengan hal yang abstrak. Adapun rincian domain tersebut adalah sebagai berikut :

2. Taksonomi Hasil Belajar Kognitif 

Domain kognitif (cognitive domain). Domain ini memiliki enam jenjang kemampuan, yaitu: 

a. Pengetahuan (knowledge), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep, prinsip, fakta atau istilah tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya. Kata kerja operasional yang dapat digunakan diantaranya : mendefinisikan, memberikan, mengidentifikasi, memberi nama, menyusun daftar, mencocokkan, menyebutkan, membuat garis besar, menyatakan, dan memilih.

b. Pemahaman (comprehension), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk memahami atau mengerti tentang materi pelajaran yang disampaikan guru dan dapat memanfaatkannya tanpa harus menghubungkannya dengan hal-hal lain. Kemampuan ini dijabarkan lagi menjadi tiga, yakni menterjemahkan, menafsirkan, dan mengekstrapolasi. Kata kerja operasional yang dapat digunakan diantaranya : mengubah, mempertahankan, membedakan, memprakirakan, menjelaskan, menyimpulkan, memberi contoh, meramalkan, dan meningkatkan. 

c. Penerapan (application), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode, prinsip dan teori-teori dalam situasi baru dan konkrit. Kata kerja operasional yang dapat digunakan diantaranya : mengubah, menghitung, mendemonstrasikan, mengungkapkan, mengerjakan dengan teliti, menjalankan, memanipulasikan, menghubungkan, menunjukkan, memecahkan, menggunakan.

d. Analisis (analysis), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur-unsur atau komponen pembentuknya. Kemampuan analisis dikelompokkan menjadi tiga, yaitu analisis unsur, analisis hubungan, dan analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi. Kata kerja operasional yang dapat digunakan diantaranya : mengurai, membuat diagram, memisah-misahkan, menggambarkan kesimpulan, membuat garis besar, menghubungkan, merinci.

e. Sintesis (synthesis), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menghasilkan sesuatu yang baru dengan cara menggabungkan berbagai faktor. Hasil yang diperoleh dapat berupa tulisan, rencana atau mekanisme. Kata kerja operasional yang dapat digunakan diantaranya : menggolongkan, menggabungkan, memodifikasi, menghimpun, menciptakan, merencanakan, merekonstruksikan, menyusun, membangkitkan, mengorganisir, merevisi, menyimpulkan, menceritakan.

f. Evaluasi (evaluation), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk dapat mengevaluasi suatu situasi, keadaan, pernyataan atau konsep berdasarkan kriteria tertentu. Hal penting dalam evaluasi ini adalah menciptakan kondisi sedemikian rupa, sehingga peserta didik mampu mengembangkan kriteria atau patokan untuk mengevaluasi sesuatu. Kata kerja operasional yang dapat digunakan diantaranya : menilai, membandingkan, mempertentangkan, mengeritik, membeda-bedakan, mempertimbangkan kebenaran, menyokong, menafsirkan, menduga.

3. Taksonomi Hasil Belajar Afektif

Domainin afektif (affective domain), yaitu internalisasi sikap yang menunjuk ke arah pertumbuhan batiniah dan terjadi bila peserta didik menjadi sadar tentang nilai yang diterima, kemudian mengambil sikap sehingga menjadi bagian dari dirinya dalam membentuk nilai dan menentukan tingkah laku. Domain afektif terdiri atas beberapa jenjang kemampuan, yaitu:

a. Kemauan menerima (receiving), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk peka terhadap eksistensi fenomena atau rangsangan tertentu. Kepekaan ini diawali dengan penyadaran kemampuan untuk menerima dan memperhatikan. Kata kerja operasional yang dapat digunakan diantaranya : menanyakan, memilih, menggambarkan, mengikuti, memberikan, berpegang teguh, menjawab, menggunakan.

b. Kemauan menanggapi/menjawab (responding), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk tidak hanya peka pada suatu fenomena tetapi juga bereaksi terhadap salah satu cara. Penekanannya pada kemauan peserta didik untuk menjawab secara sukarela, membaca tanpa ditugaskan. Kata kerja operasional yang dapat digunakan diantaranya : menjawab, membantu, memperbincangkan, memberi nama, menunjukkan, mempraktikkan, mengemukakan, membaca, melaporkan, menuliskan, memberitahu, mendiskusikan.

c. Menilai (valuing), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menilai suatu objek, fenomena atau tingkah laku tertentu secara konsisten. Kata kerja operasional yang digunakan diantaranya : melengkapi, menerangkan, membentuk, mengusulkan, mengambil bagian, dan memilih.

d. Organisasi (organization), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menyatukan nilai-nilai yang berbeda, memecahkan masalah, membentuk suatu sistem nilai. Kata kerja operasional yang dapat digunakan diantaranya : mengubah, mengatur, menggabungkan, membandingkan, mempertahankan, menggeneralisasikan, memodifikasi.

4. Taksonomi Hasil Belajar Psikomotor

Domain psikomotor (psychomotor domain), yaitu kemampuan peserta didik yang berkaitan dengan gerakan tubuh atau bagian-bagiannya, mulai dari gerakan yang sederhana sampai dengan gerakan yang kompleks. Perubahan pola gerakan memakan waktu sekurang-kurangnya 30 menit. Kata kerja operasional yang digunakan harus sesuai dengan kelompok keterampilan masing-masing, yaitu :

a. Muscular or motor skill, yang meliputi: mempertontonkan gerak, menunjukkan hasil, melompat, menggerakkan, menampilkan.

b. Manipulations of materials or objects, yang meliputi: mereparasi, menyusun, membersihkan, menggeser, memindahkan, membentuk.

c. Neuromuscular coordination, yang meliputi : mengamati, menerapkan, menghubungkan, menggandeng, memadukan, memasang, memotong, menarik dan menggunakan.

Sumber :

Arikunto, Suharsimi. Dasar-DasarEvaluasiPendidikan. Jakarta: BumiAksara, 1993.

Calongesi, J.S. 1995. Merancang Tes untuk Menilai Prestasi Siswa. Bandung : ITB

Hiidayati, Arina Syarifa. 2012. Standar, Ruang Lingkup dan ManfaatEvaluasi Pembelajaran. [Online]. ( 21 Desember 2020 17.23 WIB)

Miftah, Ayip. 2011. Kemampuan Kognitif menurut Revisi TaksonomiBloom. [Online]. (21 Desember 2020 20.00 WIB)

Muliya, Deka. 2012. Ranah Penilaian Kognitif, Afektif,dan Psikomotorik. [Online]. (21 Desember 2020 20.20 WIB)

Rabu, 16 Desember 2020

Model-Model Evaluasi Pembelajaran

1. Model Tyler

    Nama model ini diambil dari nama pengembangnya yaitu Tyler. Dalam buku Basic Principles of Curriculum and Instruction, Tyler banyak mengemukakan ide dan gagasannya tentang evaluasi. Salah satu bab dari buku tersebut diberinya judul how can the the effectiveness of learning experience be evaluated ? Model ini dibangun atas dua dasar pemikiran. Pertama, evaluasi ditujukan kepada tingkah laku peserta didik. Kedua, evaluasi harus dilakukan pada tingkah laku awal peserta didik sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran dan sesudah melaksanakan kegiatan pembelajaran (hasil). Dasar pemikiran yang kedua ini menunjukkan bahwa seorang evaluator harus dapat menentukan perubahan tingkah laku apa yang terjadi setelah peserta didik mengikuti pengalaman belajar tertentu, dan menegaskan bahwa perubahan yang terjadi merupakan perubahan yang disebabkan oleh pembelajaran.

    Penggunaan model Tyler memerlukan informasi perubahan tingkah laku terutama pada saat sebelum dan sesudah terjadinya pembelajaran. Istilah yang populer dikalangan guru adalah tes awal (pre-test) dan tes akhir (post-test). Model ini mensyaratkan validitas informasi pada tes akhir. Untuk menjamin validitas ini maka perlu adanya kontrol dengan menggunakan disain eksperimen. Model Tyler disebut juga model black box karena model ini sangat menekankan adanya tes awal dan tes akhir. Dengan demikian, apa yang terjadi dalam proses tidak perlu diperhatikan. Dimensi proses ini dianggap sebagai “kotak hitam” yang menyimpan segala macam teka-teki. Menurut Tyler, ada tiga langkah pokok yang harus dilakukan, yaitu :

a. Menentukan tujuan pembelajaran yang akan

b. Menentukan situasi dimana peserta didik memperoleh kesempatan untuk menunjukkan tingkah laku yang berhubungan dengan

c. Menentukan alat evaluasi yang akan dipergunakan untuk mengukur tingkah laku peserta.

2. Model Evaluasi Sumatif dan Formatif

    Model evaluasi formatif-sumatif adalah model evaluasi yang dibuat oleh Scriven (1967). Scriven mengemukakan bahwa: formative evaluation is to classify evaluation that gathered information for the purpose of improving instruction as the instruction was being given and sumative evaluation is a method to judge the worth of curriculum at the end of the syllabus where the focus is on the outcome” Pernyataan di atas, menjelaskan bahwa evaluasi formatif adalah pengumpulan informasi dengan tujuan memperbaiki pembelajaran yang telah diberikan, sedangkan evaluasi sumatif adalah suatu metode pengambil keputusan diakhir pembelajaran yang memfokuskan pada hasil belajar. Adapun menurut istilah kata form yang merupakan dasar dari istilah formatif maka evaluasi formatif dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana mahasiswa terbentuk setelah mengikuti suatu program tertentu. evaluasi atau tes formatif diberikan pada akhir setiap program pembelajaran. 

    Tes formatif sering disamakan dengan ulangan harian (kuis) kegiatan yang dilakukan secara periodik untuk mengukur pencapaian kompetensi mahasiswa setelah menyelesaikan satu atau lebih kompetensi yang menjadi target ketercapaian program pembelajaran. Evaluasi atau tes sumatif dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian sekelompok program atau sebuah program yang lebih besar. Tes sumatif dapat dilaksanakan dengan ujian akhir semester (UAS). Tes dalam rangka pendidikan digunakan untuk memperoleh bukti tentang taraf keberhasilan proses belajar mengajar. Evaluasi merupakan bagian integral dalam proses belajar mengajar. Tiap pelajaan yang diberikan hendaknya merupakan kebutuhan yang mempunyai tujuan yang jelas, bahan pelajarannya, proses belajar mengajar, maupun evaluasinya (Lodang & Bara, 122:2012). Lebih lanjut, evaluasi pembelajaran dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu formatif dan sumatif. Evaluasi formatif bertujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran. Sedangkan evaluasi sumatif bertujuan untuk menetapkan tingkat keberhasilan peserta didik.

3. Penilaian Acuan Normatif dan Acuan Patokan

   A. Penilaian acuan norma (PAN) merupakan pendekatan klasik, karena tampilan pencapaian hasil belajar siswa pada suatu tes dibandingkan dengan penampilan siswa lain yang mengikuti tes yang sama. Pengukuran ini digunakan sebagai metode pengukuran yang menggunakan prinsip belajar kompetitif. Menurut prinsip pengukuran norma, tes baku pencapaian diadministrasi dan penampilan baku normative dikalkulasi untuk kelompok-kelompok pengambil tes yang bervariasi. Skor yang dihasilkan siswa dalam tes yang sama dibandingkan dengan hasil populasi atau hasil keseluruhan yang telah dibakukan. Guru kelas kemudian mengikuti asas yang sama, mengukur pencapaian hasil belajar siswa, dengan tepat membandingkan terhadap siswa lain dalam tes yang sama. Seperti evaluasi empiris, guru melakukan pengukuran, mengadministrasi tes, menghitung skor, merangking skor, dari tes yang tertinggi sampai yang terendah, menentukan skor rerata menentukan simpang baku dan variannya .

Berikut ini beberapa ciri dari Penilaian Acuan Normatif :

a. Penilaian Acuan Normatif digunakan untuk menentukan status setiap peserta didik terhadap kemampuan peserta didik lainnya. Artinya, Penilaian Acuan Normatif digunakan apabila kita ingin mengetahui kemampuan peserta didik di dalam komunitasnya seperti di kelas, sekolah, dan lain sebagainya.

b. Penilaian Acuan Normatif menggunakan kriteria yang bersifat “relative”. Artinya, selalu berubah-ubah disesuaikan dengan kondisi dan atau kebutuhan pada waktu tersebut.

c. Nilai hasil dari Penilaian Acuan Normatif tidak mencerminkan tingkat kemampuan dan penguasaan siswa tentang materi pengajaran yang diteskan, tetapi hanya menunjuk kedudukan peserta didik (peringkatnya) dalam komunitasnya (kelompoknya).

d. Penilaian Acuan Normatif memiliki kecendrungan untuk menggunakan rentangan tingkat penguasaan seseorang terhadap kelompoknya, mulai dari yang sangat istimewa sampai dengan yang mengalami kesulitan yang serius.

e. Penilaian Acuan Normatif memberikan skor yang menggambarkan penguasaan kelompok.

B. Penilaian acuan patokan (PAP) biasanya disebut juga criterion evaluation merupakan pengukuran yang menggunakan acuan yang berbeda. Dalam pengukuran ini siswa dikomperasikan dengan kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dalam tujuan instruksional, bukan dengan penampilan siswa yang lain. Keberhasilan dalam prosedur acuan patokan tegantung pada penguasaaan materi atas kriteria yang telah dijabarkan dalam item-item pertanyaan guna mendukung tujuan instruksional .

     Dengan PAP setiap individu dapat diketahui apa yang telah dan belum dikuasainya. Bimbingan individual untuk meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran dapat dirancang, demikian pula untuk memantapkan apa yang telah dikuasainya dapat dikembangkan. Guru dan setiap peserta didik (siswa) mendapat manfaat dari adanya PAP.

    Melalui PAP berkembang upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dengan melaksanakan tes awal (pre test) dan tes akhir (post test). Perbedaan hasil tes akhir dengan test awal merupakan petunjuk tentang kualitas proses pembelajaran.Pembelajaran yang menuntut pencapaian kompetensi tertentu sebagaimana diharapkan dan termuat pada kurikulum saat ini, PAP merupakan cara pandang yang harus diterapkan.

    PAP juga dapat digunakan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya kurang terkontrolnya penguasaan materi, terdapat siswa yang diuntungkan atau dirugikan, dan tidak dipenuhinya nilai-nilai kelompok berdistribusi normal. PAP ini menggunakan prinsip belajar tuntas (mastery learning).

4. Model Countenance

    Model countenance adalah salah satu model evaluasi yang memiliki komponen hasil. Evaluasi hasil didasarkan pada kategori hasil belajar. kategori hasil belajar yang umumnya digunakan adalah hasil kerja Benjamin Bloom dan kawan-kawannya yang dikenal dengan nama taxonomy Bloom. Yakni hasil belajar terbagi atas kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik siswa. Penerapan evaluasi model countenance dalam proses belajar mengajar adalah sebagai berikut:

    Kategori pertama dari matriks deskripsi adalah sesuatu yang direncanakan (intent) pengembang program. Program adalah silabus atau rencana program pengajaran (RPP) yang dikembangkan oleh guru. Seorang guru sebagai pengembang program merencanakan keadaan (persyaratan)yang diinginkannya untuk suatu kegiatan di kelas tertentu. Baik persyaratan tersebut berhubungan dengan peserta didiknya seperti minat, kemampuan, pengalamannya, dan lain sebagainya yang biasa diistilahkan dengan entry behaviors, ataupun persyaratan yang berhubungan dengan lingkungan di kelas, yang kesemuanya dapat dicantumkan dalam antecedent yang direncanakan. Lebih lanjut, guru tersebut merencanakan apa yang diperkirakan akan terjadi pada waktu interaksi di kelas, dan kemampuan apa yang diharapkan dimiliki peserta didik setelah proses interaksi berlangsung.

    Kategori kedua dari matriks deskripsi, dinamakan observasi. Yakni berhubungan dengan apa yang sesungguhnya terjadi sebagai implementasi dari rencana di kategori pertama. Pada kategori ini evaluator harus melakukan observasi (pengumpulan data) mengenai antecedent, transaksi dan hasil. Oleh karena itu evaluator harus memahami apa yang direncanakan sebelumnya, menentukan data yang diperlukan dan mengembangkan prosedur atau alat untuk mengumpulkan data yang diperlukan. Sedangkan matriks pertimbangan terdiri atas kategori standard dan pertimbangan yang tetap fokus pada antecedent, transaksi dan hasil. Standar adalah kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu program yang dijadikan evaluan. Dalam hal ini adalah kriteria yang harus dipenuhi oleh proses belajar, evaluator dapat mengambil standar yang telah ditentukan oleh sekolah.

5. Model Bebas Tujuan

Model evaluasi bebas tujuan (Goal Free Evaluation Model) dikemukakan oleh Michael Scriven (1973). Evaluasi ini merupakan evaluasi ini merupakan evaluasi mengenai pengaruh yang sesungguhnya, objektif yang ingin dicapai oleh program. Ia mengemukakan bahwa evaluasi seharusnya tidak mengetahui tujuan program sebelum melakukan evaluasi. Evaluator melakukan evaluasi untuk mengetahui pengaruh yang sesungguhnya dari operasi program. Pengaruh programyang sesungguhnya mungkin berbeda atau lebih banyak atau lebih luas dari tujuan yang dinyatakan dalam program. Seorang evaluator yang mengetahui tujuan program sebelum melakukan evaluasi terkooptasi oleh tujuan dan akan tidak memerhatikan pengaruh program di luar tujuan tersebut.

Suatu program dapat mempunyai tiga jenis pengaruh

a. Pengaruh sampingan yang negatif. Yaitu pengaruh sampingan yang tidak dikehendaki oleh program. Ini seperti jika orang meminum obat yang sering mempunyai efek sampingan yang tidak dikehendaki. Misalnya, program-program untuk orang miskin di samping membantu kehidupan orang miskin juga dapat membuat malas penerima layanan program menjadi malas bekerja

b. Pengaruh positif yang ditetapkan oleh tujuan program

c. Pengaruh sampingan positif. Yaitu pengaruh positif program di luar pengaruh positif yang ditentukan boleh tujuan program.

Jika evaluator akan melaksanakan Goal Free Evaluation Model perlu didefinisikan ketiga pengaruh tersebut. Hal ini perlu dilakukan karena evaluasi dilakukan denga tujuan yang definitif tidak terbuka atau open ended sehingga melebar dan tidak terkontrol. Ini harus dilakukan juga dalam kaitan beban kerja evaluator dan untuk menghitung perkiraan sumber-sumber (biaya, waktu, alat) yang diperlukan untuk melakukan evaluasi.

Proses evaluasi dengan mempergunakan Model Evaluasi Bebas Tujuan adalah:

a) Evaluator mempelajari cetak biru program

b) Mengidentifikasi tujuan evaluasi

c) Mengembangkan desain dan instrumen evaluasi

d) Memastikan pelaksanaan telah mencapai tujuannya

e) Menjaring dan menganalisi data

f) Menyusun laporan evaluasi hasil evaluasi

g) Pemanfaatan hasil evaluasi

6. Model CIPP

    Model evaluasi CIPP dalam pelaksanaannya lebih banyak digunakan oleh para evaluator, hal ini dikarenakan model evaluasi ini lebih komprehensif jika dibandingkan dengan model evaluasi lainnya. Model evaluasi ini dikembangkan oleh Daniel Stuffleabem, dkk (1967) di Ohio State University. Model evaluasi ini pada awalnya digunakan untuk mengevaluasi ESEA (the Elementary and Secondary Education Act). CIPP merupakan singkatan dari, context evaluation : evaluasi terhadap konteks, input evaluation : evaluasi terhadap masukan, process evaluation : evaluasi terhadap proses, dan product evaluation : evaluasi terhadap hasil. Keempat singkatan dari CIPP tersebut itulah yang menjadi komponen evaluasi.

    Model CIPP berorientasi pada suatu keputusan (a decision oriented evaluation approach structured). Tujuannya adalah untuk membantu administrator (kepala sekolah dan guru) didalam membuat keputusan. Menurut Stufflebeam, (1993 : 118) dalam Eko Putro Widoyoko mengungkapkan bahwa, “ the CIPP approach is based on the view that the most important purpose of evaluation is not to prove but improve.” Konsep tersebut ditawarkan oleh Stufflebeam dengan pandangan bahwa tujuan penting evaluasi adalah bukan membuktikan, tetapi untuk memperbaiki.

    Berikut ini akan di bahas komponen atau dimensi model CIPP yang meliputi, context, input, process, product.

1. Context Evaluation (Evaluasi Konteks)

    Stufflebeam (1983 : 128) dalam Hamid Hasan menyebutkan, tujuan evaluasi konteks yang utama adalah untuk mengetahui kekutan dan kelemahan yang dimilki evaluan. Dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan ini, evaluator akan dapat memberikan arah perbaikan yang diperlukan. Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin menjelaskan bahwa, evaluasi konteks adalah upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani, dan tujuan proyek. Dalam hal ini suharsimi memberikan contoh evaluasi program makanan tambahan anak sekolah (PMTAS) dalam pengajuan pertanyaan evaluasi sebagai berikut :

a) Kebutuhan apa saja yang belum terpenuhi oleh program, misalnya jenis makanan dan siswa yang belum menerima ?

b) Tujuan pengembngan apakah yang belum tercapai oleh program, misalnya peningkatan kesehatan dan prestasi siswa karena adanya makanan tambahan ?

c) Tujuan pengembangan apakah yang dapat membantu mnegembangkan masyarakat, misalnya kesadaran orang tua untuk memberikan makanan bergizi kepada anak-anaknya ?

d) Tujuan-tujuan manakah yang paling mudah dicapai, misalnya pemerataan makanan, ketepatan penyediaan makanan ?

2. Input Evaluation (Evaluasi Masukan)

    Tahap kedu dari model CIPP adalah evaluasi input, atau evaluasi masukan. Menurut Eko Putro Widoyoko, evaluasi masukan membantu mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternative apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai tujuan, dan bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya. Komponen evaluasi masukan meliputi : 1) Sumber daya manusia, 2) Sarana dan peralatan pendukung, 3) Dana atau anggaran, dan 4) Berbagai prosedur dan aturan yang diperlukan. Dalam hal ini pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan pada tahap evaluasi masukan ini adalah :

a) Apakah makanan yang diberikan kepada siswa berdampak jelas pada perkembangan siswa ?

b) Berapa orang siswa yang menerima dengan senang hati atas makanan tambahan itu ?

c) Bagaimana reaksi siswa terhadap pelajaran setelah menerima makanan tambahan ?

d) Seberapa tinggi kenaikan nilai siswa setelah menerima makanan tambahan ?

Menurut Stufflebeam sebagaimana yang dikutip Suharsimi Arikunto, mengungkapkan bahwa pertanyaan yang berkenaan dengan masukan mengarah pada pemecahan masalah yang mendorong diselenggarakannya program yang bersangkutan.

3. Process Evaluation (Evaluasi Proses)

    Worthen & Sanders (1981 : 137) dalam Eko Putro Widoyoko menjelaskan bahwa, evaluasi proses menekankan pada tiga tujuan : “ 1) do detect or predict in procedural design or its implementation during implementation stage, 2) to provide information for programmed decision, and 3) to maintain a record of the procedure as it occurs “. Evaluasi proses digunakan untuk menditeksi atau memprediksi rancangan prosedur atau rancangan implementasi selama tahap implementasi, menyediakan informasi untuk keputusan program dan sebagai rekaman atau arsip prosedur yang telah terjadi. Evaluasi proses meliputi koleksi data penilaian yang telah ditentukan dan diterapkan dalam praktik pelaksanaan program. Pada dasarnya evaluasi proses untuk mengetahui sampai sejauh mana rencana telah diterapkan dan komponen apa yang perlu diperbaiki. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto, evaluasi proses dalam model CIPP menunjuk pada “apa” (what) kegiatan yang dilakukan dalam program, “siapa” (who) orang yang ditunjuk sebagai penanggung jawab program, “kapan” (when) kegiatan akan selesai. Dalam model CIPP, evaluasi proses diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan didalam program sudah terlaksana sesuai dengan rencana. Oleh Stufflebeam diusulkan pertanyaan-pertanyaan untuk proses sebagai berikut :

a) Apakah pelaksanaan program sesuai dengan jadwal ?

b) Apakah staf yang terlibat didalam pelaksanaan program akan sanggung menangani kegiatan selama program berlangsung dan kemungkinan jika dilanjutkan ?

c) Apakah sarana dan prasarana yang disediakan dimanfaatkan secara maksimal ?

d) Hambatan-hambatan apa saja yang dijumpai selama pelaksanaan program dan kemungkinan jika program dilanjutkan ?

4. Product Evaluation (Evaluasi Produk/Hasil)

    Sax (1980 : 598) dalam Eko Putro Widoyoko memberikan pengertian evaluasi produk/hasil adalah “ to allow to project director (or techer) to make decision of program “. Dari evaluasi proses diharapkan dapat membantu pimpinan proyek atau guru untuk membuat keputusan yang berkenaan dengan kelanjutan, akhir, maupun modifikasi program. Sementara menurut Farida Yusuf Tayibnapis (2000 : 14) dalam Eko Putro Widoyoko menerangkan, evaluasi produk untuk membantu membuat keputusan selanjutnya, baik mengenai hasil yang telah dicapai maupun apa yang dilakukan setelah program itu berjalan.

    Dari pendapat diatas maka dapat ditarik kesimpuan bahwa, evaluasi produk merupakan penilaian yang dilakukan guna untuk melihat ketercapaian/ keberhasilan suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Pada tahap evaluasi inilah seorang evaluator dapat menentukan atau memberikan rekomendasi kepada evaluan apakah suatu program dapat dilanjutkan, dikembangkan/modifikasi, atau bahkan dihentikan. Pada tahap evaluasi ini diajukan pertanyaan evaluasi sebagai berikut :

a) Apakah tujuan-tujuan yang ditetapkan sudah tercapai ?

b) Pernyataan-pernyataan apakah yang mungkin dirumuskan berkaitan antara rincian proses dengan pencapaian tujuan ?

c) Dalam hal apakah berbagai kebutuhan siswa sudah dapat dipenuhi selama proses pemberian makanan tambahan (misalnya variasi makanan, banyaknya ukuran makanan, dan ketepatan waktu pemberian) ?

d) Apakah dampak yang diperoleh siswa dalam waktu yang relatif panjang dengan adanya program makanan tambahan ini ?

7. Model Connoissaeurship/Model Ahli

    Model evaluasi kurikulum ini dikembangkan oleh Elliot W.Eisner dan kemudian dinamakan model evaluasi connoisseurship. Elliot W. Eisner dilahirkan pada 1933 dan dibesarkan di Chicago. Ia mendapatkan gelar Magister of Science bidang Art Education dari Illinois Institut Technology dan Master of Arts bidang pendidikan seni dari University of Chicago dan Ph.D dalam bidang pendidikan pada universitas yang sama.

    Ciri khas dari model ini, sebagai model penelitian dengan pendekatan humanistik-naturalistik, evaluan berpartisipasi langsung sebagai pengamat pada proses penelitiannya. Evaluan secara seksama dan teliti menganalisa pola kerja siswa dan guru. Ciri lainnya pada model ini adalah penggunaan teknologi sebagai media di dalam penelitiannya seperti penggunaan film, videotape, kamera dan audiotape.

    Walaupun model ini belum memiliki struktur penelitian yang baku, akan tetapi model penelitian ini memiliki tiga tahap: Tahap pertama disebut tahap deskriptif yaitu mendeskripsikan seluruh pola pembelajaran dan aktivitas di dalam kelas, tahap kedua yaitu interpretasi di mana evaluan mulai menginterpretasi dan mengkritisi pada yang terjadi pada tahap pertama. Penjelasan pada tahapan ini akan menimbulkan aksi, reaksi dan interaksi pada apa yang diamati dan tahap ketiga adalah tahap evaluasi di mana pada tahap ini evaluan akan memberikan pertimbangan dan keputusan dari program tersebut. Pertimbangan dan keputusan yang dibuat oleh evaluan didasarkan kepada kritik yang dibuat oleh evaluan sendiri berdasarkan data yang diperoleh pada tahap pertama dan kedua.


                                                            DAFTAR PUSTAKA

 https://nursholehahrafdiati.wordpress.com/2016/05/16/evaluasi-pembelajaran-penggunaan-model-evaluasi/

Lodang, Hamka & Bara, Nur Afni Suraya. 2012. Analisis kesesuaian antara instrumen evaluasi formatif dengan tujuan kognitif pembelajaran Biologi di SMP Watansoppeng. Jurnal Bionature, Volume 13, Nomor 2, Oktober.

Sukardi. E, dan Maramis. W. F. Penilaian Keberhasilan Belajar,Jakarta: Erlangga:University Press,1986.

S. Hamid Hasan, Evaluasi Kurikulum, (Bandung: Remaja rosda karya, 2008

http://jelajahpemikir.blogspot.com/2016/04/model-evaluasi-bebas-tujuan.html

Zaenal Arifin, Evaluasi Pembelajaran Prinsip, Teknik, dan Prosedur, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2009

Rabu, 09 Desember 2020

Penilaian Dalam Kurikulum 2013


 a. Penataan Penilaian

Salah satu aspek yang dijadikan ajang perubahan dan penataan dalam kaitannya dengan implementasi kurikulum 2013 adalah penataan standar penilaian. Penataan tersebut terutama disesuaikan dengan penataan yang dilakukan pada standar isi, standar kompetensi lulusan dan standar proses. Meskipun demikian pada akhirnya penataan penilaian tersebut tetap berfokus pada pembelajaran. Karena pembelajaran merupakan inti dari implementasi kurikulum. Pembelajaran sebagai inti dari implementasi kurikulum dalam garis besarnya menyangkut tiga fungsi manajerial yaitu perencanaan, pelaksanaan dan penilaian.

Fungsi pertama adalah perencanaan, yang menyangkut perumusan tujuan dan kompetensi serta memperkirakan cara pencapaian tujuan dan pembentukan kompetensi tersebut. Perencanaan dipandang sebagai fungsi sentral dari menejemen pendidikan dan harus berorientasi ke masa depan. Dalam kaitannya dengan implementasi kurikulum perencanaan ini dituangkan dalam proses pembelajaran, yang berkaitan dengan cara bagaimana proses pembelajaran dilaksanakan untuk mewujudkan tujuan dan kompetensi secara efektif dan efisien.

Fungsi ke dua adalah pelaksanaan atau sering juga disebut implementasi, adalah proses yang memberikan kepastian bahwa program pembelajaran sudah memiliki sumber daya manusia dan sarana serta prasarana yang diperlukan dalam pelaksanaan, sehingga dapat membentuk kompetensi, karakter dan dapat mencapai tujuan yang di inginkan. Fungsi pelaksanaan ini mencakup pengorganisasian dan kepemimpinan yang melibatkan penentuan berbagai kegiatan, seperti pembagian pekerjaan kedalam berbagai tugas yang harus dilakukan guru dan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.

Fungsi ketiga adalah penilaian yang sering juga disebut pengendalian atau evaluasi. Penilaian bertujuan untuk menjamin bahwa proses dan kinerja yang dicapai telah telah sesuai dengan rencana dan tujuan. Penilaian salah satu aspek penting dalam pembelajaran agar sebagian besar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya secara optimal, karena banyaknya peserta didik yang mendapatkan nilai rendah atau dibawah standar akan mempengaruhi efektivitas pembelajaran secara keseluruhan. Oleh karena itu penilaian pembelajaran harus dilakukan secara terus menerus untuk mengetahui dan memantau perubahan serta kemajuan yang dicapai peserta didik ataupun untuk memberi skor, angka atau nilai yang biasa di lakukan dalam penilaian hasil belajar.

b. Penilaian Kurikulum

Penilaian kurikulum harus mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap secara utuh dan proporsional, sesuai dengan kompetensi inti yang telah ditentukan.
Penilaian aspek pengetahuan dapat dilakukan dengan ujian tulis, lisan dan daftar isian pertanyaan. Penilaian aspek keterampilan bisa dilakukan dengan ujian praktek, analisis keterampilan, serta penilaian oleh pesrta didik sendiri. Penilaian sikap dapat dilakukan dengan daftar isian sikap (pengamatan pribadi) dari diri sendiri dan daftar isian sikap yang disesuaikan dengan kompetensi inti.

c. Penilaian Proses Pembelajaran

Penilaian proses dimaksudkan untuk menilai kualitas pembelajaran serta internalilsasi karakter dan pembentukan kompetensi peserta didik. Lebih lanjut proses pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila masukan merata, menghasilkan output yang banyak dan bermutu tinggi, serta sesuai dengan kebutuhan, perkembangan masyarakat dan pembangunan.

Penilaian proses dapat dilakukan dengan pengamatan (observasi) dan refleksi. Pengamatan dapat dilakukan oleh guru ketika peserta didik sedang mengikuti pembelajaran, mengajukan pertanyaan/permasalahan, merespon/menjawab pertanyaan, berdiskusi dan mengerjakan tugas-tugas pembelajaran lainnya baik di kelas maupun di luar kelas.

d. Penilaian Unjuk Kerja

Dalam penilaian unjuk kerja peserta didik diamti dan dinilai bagaimana mereka bergaul, bagaimana mereka bersosialisasi di masyarakat dan bagaimana mereka menerapkan pemnelajaran di kelas dalam kehidupan sehari-hari.

FORMAT PENILAIAN UNTUK KERJA

NO

KINERJA YANG DINILAI

TANGGAPAN GURU

TANGGAPAN ORANG TUA

SIMPULAN

1.

Kualitas penyelesaian pekerjaan

2.

Keterampilan menggunakan alat

3.

Kemampuan menganalisis dan merencanakan prosedur kerja

4.

Kemampuan mengambil keputusan

5.

Kemampuan membaca, menggunakan diagram, gambar, dan symbol

Simpulan

Keterangan:

-       Tanggapan guru adalah tanggapan dan penilaian guru terhadap kompetensi peserta didik berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang diukur.

-       Tanggapan orang tua adalah tanggapan dan penilaian orang tua atau wali terhadap kompetensi peserta didik berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang diukur.

-       Simpulan adalah penilaian guru dengan memperhatikan pendapat orang tua terhadap setiap aspek keterampilan yang diukur, bisa secara kualitatif (baik, cukup, kurang), bisa juga secara kuantitatif atau dikuantifikasi (9,8,7).

-       Simpulan akhir adalah hasil kumulatif peserta didik dalam pembelajaran yang dilakukan atau kompetensi yang dikuasai. Simpulan akhir ini merupakan akumulasi dari setiap aspek keterampilan yang diukur.

Dalam penilaian pembelajaran, penilaian unjuk kerja dapat dilakukan secara efektif dengan langkah-lanhkah sebagai berikut:

1.   Tetapkan kinerja yang akan dinilai.

2.   Buat daftar yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan dari masing-masing mata pelajaran dan butir-butir yang dipertimbangkan untuk menentukan apakah pekerjaan itu memenuhi standart yang telah ditetapkan.

3.   Tentukan pekerjaan untuk peserta didik yang mencakup semua elemen kinerja yang dinilai dan alokasi waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan.

4.   Buat semua daftar bahan, alat dan gambar yang diperlukan peserta didik untuk mengerjakan penilaian.

5.   Siapkan petunjuk tertulis yang jelas untuk peserta didik.

6.   Siapkan sistem pensekoran (scoring).

Pelaksanaan penilaian untuk kerja perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1.   Peserta didik telah memperoleh semua bahan, alat, instrumen, gambar-gambar, atau semua peralatan penyelesaian tes.

2.   Peserta didik telah mengetahui apa hang harus dikerjakan dan berapa lama waktunya.

3.   Peserta didik harus mengetahui butir-butir yang akan dinilai.

4.   Bahan, mesin-mesin, alat-alat, yang digunakan tiap peserta didik memiliki kondisi yang sama.

5.   Bila waktu yang dinilai, cek dulu dengan teliti.

6.   Bila kemampuan merencanakan pekerjaan atau keterampilan pemakaian alat yang diukur, amati peserta didik selama bekerja.

7.   Guru jangan memberi pertolongan kepada peserta didik, kecuali menjelaskan petunjuk-petunjuk yang telah diberikan kepadanya.

Rambu-rambu penilaian diatas harus dianggap sebagai contoh, guru dapat mengubahnya secara fleksibel dengan memperhatikan berbagai situasi dan kondisi sekolah, karakteristik peserta didik, dan kemempuan guru sendiri.

e. Penilaian Karakter

Penilaian karakter dimaksudkan untuk mendeteksi karakter yang terbentuk dalam diri peserta didik melalui pembelajaran yang telah diikutinya. Pembentukan karakter memang tidak bisa terbentuk dalam waktu singkat, tapi indikator perilaku dapat dideteksi secara dini oleh setiap guru. Contoh format penilaian karakter dapat dilihat sebagai berikut :

FORMAT PENILAIAN KARAKTER

Kompetensi inti

Kompetensi dasar

Jenis karakter

Jenis penilaian

Aspek yang dinilai

Contoh soal

Keterangan

Format tersebut bisa dikembangkan sesuai dengan karakter yang akan dinilai, dan jenis penilaian yang digunakan. Satu hal yang harus diperhatikan adalah bahwa penilaian yang dilakukan harus mampu mengukur karakter yang harus diukur. Lebih dari itu, hasil penilaian harus dapat digunakan untuk memprediksi karakter peserta didik, terutama dalam penyelesaian pendidikan, dan kehidupan di masyarakat kelak. Selain format diatas penilaian karakter juga bisa dilakukan sebagai berikut.

                                        PENILAIAN KARAKTER PESERTA DIDIK

JENIS KARAKTER

INDIKATOR PERILAKU

Bertanggung jawab

a.       Melaksanakan kewajiban

b.      Melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuan

c.       Menaati tata tertib sekolah

d.      Memelihara fasilitas sekolah

e.       Menjaga kebersihan lingkungan

Percaya diri

a.       Pantang menyerah

b.      Berani menyatakan pendapat

c.       Berani bertanya

d.      Mengutamakan usaha sendiri dari pada bantuan

e.       Berpenampilan tenang

Saling menghargai

a.       Menerima perbedaan pendapat

b.      Memaklumi kekurangan orang lain

c.       Mengakui kelebihan orang lain

d.      Dapat bekerja sama

e.       Membantu orang lain

Bersikap santun

a.       Menerima nasihat guru

b.      Menghindari permusuhan dengan teman

c.       Menjaga perasaan orang lain

d.      Menjaga ketertiban

e.       Berbicara dengan tenang

Kompetitif

a.       Berani bersaing

b.      Menunjukkan semangat berprestasi

c.       Berusaha ingin lebih maju

d.      Memiliki keinginan untuk tahu

e.       Tampil beda dan unggul

Jujur

a.       Mengemukakan apa adanya

b.      Berbicara secara terbuka

c.       Menunjukkan fakta yang sebenarnya

d.      Menghargai data

e.       Mengakui kesalahannya

f. Penilaian Fortopolio

Portofolio adalah kumpulan tugas-tugas yang dikerjakan peserta didik. Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa penilaian portofolio adalah penilaian terhadap seluruh tugas yang dikerjakan peserta didik dalam mata pelajaran tertentu. Penilaian portofolio dapat dilakukan bersama-sama oleh guru dan peserta didik, kemudian menentukan hasil penilaian atau skor.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan penilaian portofolio adalah sebagai berikut:

1.      Karya yang dikumpulkan asli hasil karya yang bersangkutan

2.      Menentukan contoh pekerjaan yang harus dikerjakan

3.      Mengumpulkan dan menyimpan sampel karya

4.      Menentukan kriteria penilaian portofolio

5.      Meminta peserta didik untuk menilai secara terus-menerus hasil portofolionya

6.      Merencanakan pertemuan dengan peserta didik untuk membicarakan hasil portofolio

7.      Melibatkan orang tua dan masyarakat untuk meningkatkan efektifitas penilaian portofolio

Penilaian portofolio dalam Kurikulum 2013 harus dilakukan secara utuh dan berkesinambungan, serta mencakup seluruh kompetensi inti yang dikembangkan. Adapun format penilaiannya dapat dikembangkan sebagai berikut.

                                                FORMAT PENILAIAN FORTOPOLIO 

Mata Pelajaran :
Kelas :

Kompetensi

Nama: .................................................

Tanggal: ..............................................

Prosedur Kegiatan

PENILAIAN

Jelek/Cukup/Baik/Sangat Baik

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Dicapai melalui :

1.   Diri sendiri

2.   Bantuan guru

3.   Seluruh kelas

4.   Kelompok besar

5.   Kelompok kecil

Komentar Guru

Komentar Orang Tua

Tanggapan Siswa




Format-format tersebut bisa dikembangkan sesuai dengan kompetensi yang akan dinilai, dan jenis tugas yang diberikan. Satu hal yang harus dipertimbangkan adalah bahwa tugas yang diberikan harus mampu maningkatkan hasrat belajar peserta didik, dan membantu mereka dalam menguasai kompetensi. Ingat, apapun alasannya, tugas dalam portofolio jangan digunakan untuk menghukum atau balas dendam terhadap peserta didik. Berikut contoh penilaian portofolio yang dikembangkan berdasarkan format penilaian.

                                                        CONTOH FORMAT PENILAIAN 

Mata Pelajaran : IPA

Kelas : vii

Kompetensi Dasar

Menggunakan mikroskop dan peralatan lain untuk mengamati gejala-gejala kehidupan

Nama: Rani Larasati

Tanggal: ...............................

Indikator

PENILAIAN

Jelek, Cukup, Baik, Sangat Baik

1.      Mengenal bagian-bagian mikroskop

2.      Menggunakan mikroskop dengan benar (fokus, cahaya, objek)

Membuat prediksi bangun tiga dimensi apabila tersedia hasil pengamatan dua dimensi (horizontal dan vertikal)

V

V

 

V

Dicapai melalui:

1.      Bantuan guru

2.      Seluruh kelas

3.      Kelompok besar

4.      Kelompok kecil

5.      Diri sendiri (V)

Komentar Guru:

Tingkatkan terus prestasimu, dengan belajar dan belajar

Komentar Orang Tua

Tanggapan Siswa

Gunakan waktumu untuk belajar lebih teratur lagi

Stress nih, banyak tugas……………..

 g. Penilaian Ketuntasan Belajar

Penilaian ketuntasan belajar ditetapkan berdasarkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) dengan mempertimbangkan tiga komponen yang terkait dengan penyelenggaraan pembelajaran. Ketiga komponen tersebut yaitu:

1.   Kompleksitas materi dan kompetensi yang harus dikuasai

2.   Daya dukung

3.   Kemampuan awal peserta didik.

Sekolah secara bertahap dan berkelanjutan perlu menetapkan dan meningkatkan KKM untuk mencapai ketuntasan ideal. Setiap sekolah atau guru tidak dapat meniru atau copy paste KKM dari sekolah lain karena setiap sekolah sangat bervariasi meskipun dalam satu mata pelajaran.

Jika penetapan KKM dilakukan secara tepat, maka hasil penilaian ketuntasan belajar pada umumnya memposisikan peserta didik pada kurva normal, sehingga sebagian besar peserta didik berada atau mendekati garis rata-rata, serta sebagian kecil berada di bawah rata-rata dan diatas rata-rata. Baik bagi kelompok peserta didik di atas rata-rata maupun di bawah rata-rata perlu dilakukan layanan khusus. Layanan bagi peserta didik di bawah normal disebut program perbaikan, dan bagi peserta didik di atas normal disebut pengayaan. Berikut contoh format lembaran program perbaikan, dan format lembaran program pengayaan.

                                       FORMAT LEMBARAN PROGRAM PERBAIKAN

Mata Pelajaran: …………………………………………………………………………………….

Kompetensi Dasar: …………………………………………………………………………………

Kelas: …………………………………………………………………………................................

Tahun Pelajaran: …………………………………………………………………………………...

Ulangan Harian Tanggal: …………………………………………………………………………..

Perbaikan:

No

Nama Siswa

Nilai Sebelum

Perbaikan

Tanggal Perbaikan

Bentuk Perbaikan

Nilai Setelah Perbaikan

Keterangan

 

 

 

 

 

 Program perbaikan diperuntukkan bagi peserta didik yang lamban belajar, sehingga tidak dapat mencapai kompetensi sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Oleh karena itu, perbaikan ini dilakukan untuk memberi kesempatan kepada mereka, dengan cara memberikan waktu tambahan untuk mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Adapun program pengayaan diperuntukkan bagi peserta didik yang cepat belajar, sehingga dalam waktu singkat dapat mencapai kompetensi yang telah ditentukan (sebelum habis waktu). 

                                FORMAT LEMBARAN PROGRAM PENGAYAAN

Mata Pelajaran: …………………………………………………………………………………….

Kompetensi Dasar: …………………………………………………………………………………

Kelas: ………………………………………………………………………………………………

Tahun Pelajaran: …………………………………………………………………………………...

Ulangan harian Tanggal: …………………………………………………………...........................

Pengayaan:

No

Nama Siswa

Nilai Sebelum

Perbaikan

Tanggal Perbaikan

Bentuk Perbaikan

Nilai Setelah Perbaikan

Keterangan

Dalam rangka pencapaian KKM, perbaikan program dan peningkatan layanan pembelajaran, guru juga dapat menjaring data melalui penilaian diri sendiri oleh peserta didik.



                                                                DAFTAR PUSTAKA

http://fristyblogaddress.blogspot.com/2015/01/penataan-penilaian-implementasi.html
http://www.opinisaya.com/penataan-penilaian-dalam-pembelajaran.html
http://husnulkhotimah06.blogspot.com/2015/06/penataan-penilaian-kurikulum-2013.html

Standar Penilaian Dengan PAP dan PAN

A. Standar Penilaian dengan PAP      Penilaian acuan norma (PAN) merupakan pendekatan klasik, karena tampilan pencapaian hasil belajar siswa...